Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas orang lain. Namun, kemenangan atas diri sendiri. Berpacu dijalur keberhasilan diri adalah pertandingan untuk mengalah rasa ketakutan, keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang menambat diri ditempat star.
Jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tak berguna. Motivasi tak semestinya lahir dari rasa iri, dengki atau dendam. Keberhasilan sejati memberikan kebahagian yang sejati, yang tak mungkin diraih lewat niat yang ternoda.
Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju lawan-lawannya. Pelari yang berlari untuk memecahkan rekornya sendiri tak peduli apakah pelari lain akan menysusl atau tidak. Tak peduli dimana dan siapa lawan-lawannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri.
Ia bertanding dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang.
Jauh dihati kita. Peran diam adalah emas. Saat kita tak memiliki kata-kata yang perlu dibicarakan, diamlah. Cukup mudah untuk mengetahui kapan waktunya berbicara. Namun, mengetahui kapan kita harus diam adalah hal yang jauh berbeda.
Salah satu fungsi bibir adalah untuk dikatupkan. Bagaimana kita bisa memperhatikan dan mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata. Diamlah demi kejernihan pandangan kita. Orang yang mampu diam di tengah keinginan untuk berbicara mampu menemukan kesadaran dirinya.
Mungkin sebagian kecil kata-kata itu tidak kita kehendaki. Seringkali orang tergelincir oleh kerikil kecil, bukan batu besar. Butiran mutiara indah hanya bisa tercipta bila kerang mutiara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sekali ia membuka lebar-lebar cangkangnya, maka pasir dan kotoran laut akan segera memenuhi mulutnya.
Inilah ibarat, kekuatan kita untuk diam. Kebijakan seringkali tersimpan rapat dalam diam para bijak. Untuk itu kita perlu berusaha membukanya sekuat tenaga. Bukankah pepatah mengatakan "diam adalah emas" . Beda pula dengan memberikan yang terbaik. Contohnya memberi tanpa pertimbangan. Cobalah untuk mengawali suatu hari anda dengan niat untuk memberi. Mulailah dengan sesuatu yang kecil yang tak terlalu berharga dimata anda. Mulailah dari uang receh. Kumpulkan beberapa receh yang mungkin tercecer di sana-sini, hanya untuk satu tujuan "diberikan".
Apakah anda sedang berada di bis kota yang panas, lalu datang pengamen bernyanyi memekakkan telingan. Atau, anda sedang berada dalam mobil ber AC yang sejuk, lalu sepasang tangan kecil mengetuk meminta-minta. Tak peduli bagaimana pendapat anda tentang kemalasan, kemiskinan dan lain sebagainya. Tak perlu banyak pikir, segera berikan satu dua keping pada mereka.
Barangkali ada rasa enggan dan kesal. Tekanlah perasaan itu seiring dengan pemberian anda. Bukankah, tak seorang pun ingin memurukkan dirinya menjadi pengamis. Ingat, kali ini anda hanya sedang 'berlatih' menjumlah yang tiada berarti? Rasakan saja, kini sesuatu mengalir dari dalam diri melalui telapak tangan anda. Sesuatu itu bernama kasih sayang.
Memberi tanpa pertimbangan bagai menyingkirkan batu penghambat arus sungai. Arus sungai adalah rasa kasi dalam diri. Sedangkan batu adalah kepentingan yang berpusat pada diri sendiri.
Terimakasih telah berkunjung dan membaca melawan diri sendiri dengan cara diam
Baca juga lainnya.
Ia bertanding dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang.
Jauh dihati kita. Peran diam adalah emas. Saat kita tak memiliki kata-kata yang perlu dibicarakan, diamlah. Cukup mudah untuk mengetahui kapan waktunya berbicara. Namun, mengetahui kapan kita harus diam adalah hal yang jauh berbeda.
Salah satu fungsi bibir adalah untuk dikatupkan. Bagaimana kita bisa memperhatikan dan mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata. Diamlah demi kejernihan pandangan kita. Orang yang mampu diam di tengah keinginan untuk berbicara mampu menemukan kesadaran dirinya.
Mungkin sebagian kecil kata-kata itu tidak kita kehendaki. Seringkali orang tergelincir oleh kerikil kecil, bukan batu besar. Butiran mutiara indah hanya bisa tercipta bila kerang mutiara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sekali ia membuka lebar-lebar cangkangnya, maka pasir dan kotoran laut akan segera memenuhi mulutnya.
Inilah ibarat, kekuatan kita untuk diam. Kebijakan seringkali tersimpan rapat dalam diam para bijak. Untuk itu kita perlu berusaha membukanya sekuat tenaga. Bukankah pepatah mengatakan "diam adalah emas" . Beda pula dengan memberikan yang terbaik. Contohnya memberi tanpa pertimbangan. Cobalah untuk mengawali suatu hari anda dengan niat untuk memberi. Mulailah dengan sesuatu yang kecil yang tak terlalu berharga dimata anda. Mulailah dari uang receh. Kumpulkan beberapa receh yang mungkin tercecer di sana-sini, hanya untuk satu tujuan "diberikan".
Apakah anda sedang berada di bis kota yang panas, lalu datang pengamen bernyanyi memekakkan telingan. Atau, anda sedang berada dalam mobil ber AC yang sejuk, lalu sepasang tangan kecil mengetuk meminta-minta. Tak peduli bagaimana pendapat anda tentang kemalasan, kemiskinan dan lain sebagainya. Tak perlu banyak pikir, segera berikan satu dua keping pada mereka.
Barangkali ada rasa enggan dan kesal. Tekanlah perasaan itu seiring dengan pemberian anda. Bukankah, tak seorang pun ingin memurukkan dirinya menjadi pengamis. Ingat, kali ini anda hanya sedang 'berlatih' menjumlah yang tiada berarti? Rasakan saja, kini sesuatu mengalir dari dalam diri melalui telapak tangan anda. Sesuatu itu bernama kasih sayang.
Memberi tanpa pertimbangan bagai menyingkirkan batu penghambat arus sungai. Arus sungai adalah rasa kasi dalam diri. Sedangkan batu adalah kepentingan yang berpusat pada diri sendiri.
Terimakasih telah berkunjung dan membaca melawan diri sendiri dengan cara diam
Baca juga lainnya.
EmoticonEmoticon